Posted by : Unknown Rabu, 14 November 2012


“Mengapa kau suka sekali menatap bintang?” Tanya Somad kepada Badrun yang masih menengadahkan kepalanya ke langit.

“Karena setiap kali aku melihat bintang harapan itu muncul dalam benak pikiranku.” Jawab Badrun yang masih asik menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit.

“Harapan?” Somad penasaran.

“Yah, harapan. Harapan akan adanya sebuah masa depan yang membahagiaan. Harapan akan adanya kemajuan, harapan akan adanya peradaban yang lebih baik, harapan menjadikan manusia-manusia yang berkualitas.” Lanjut Badrun penuh improvisasi.

“Kau ini ngomong apa sih Drun? Aku nggak ngerti? Ngomong kau itu Loh…., ribet banget kayaknya.” Kata Somad sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan tangan kanannya,kebingungan.

“He…he…he… biar kelihatan keren aja. Maksudku begini, setiap aku melihat bintang muncul sebersit harapan dalam benak pikiranku untuk menjadikan desa kita menjadi desa yang lebih baik. Lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun bidang-bidang yang lainnya.” Badrun mencoba menjelaskan.

“Oh…begitu. Kenapa cuma harapan? Kenapa nggak kita jadikan saja semua itu menjadi kenyataan?”

“Maksudmu?”

“Bapakku pernah bilang padaku:”Nak, jika engkau mempunyai sebuah harapan maka jadikanlah harapan itu doa. Dan teruslah memanjatkan doamu itu, karena percayalah setiap doa yang telah kita usahakan dengan maksimal pasti akan dikabulkan. Akan tetapi tak semua doa dikabulkan presis seperti yang kita minta.” Kemudian aku bertanya pada bapakku: “Apa maksud Bapak?” Kemudian beliau menjelaskan Bahwa doa itu dikabulkan dalam bentuk tiga macam:
-Yang pertama, doa itu dikabulkan presis sperti apa yang kita minta. Contoh: Kita berdoa agar bisa mempunyai rumah kemudian Alloh mengabulkannya dengan menjadikan kita mampu membuat rumah.
-Yang kedua, doa kita dikabulkan tidak seperti apa yang kita minta tetapi Alloh mengabulkannya dengan hal lain yang sama manfaatnya. Contoh: Kita berdoa agar bisa mempunyai rumah, tapi ternyata seumur hidup kita tak mampu membuat rumah, kita hanya mampu mengontrak rumah. Secara tidak lansung kita bisa merasakan manfaat sebuah rumah meskipun kita tidak memilikinya.
-Kemudian yang ketiga, doa itu tidak dikabulkan di dunia tetapi Alloh memberi ganti yang lebih baik di Akhirat kelak.” Sekarang kau tahu kan maksudku?” Jelas Somad panjang lebar.

“Maksudmu kita jadikan harapan tentang adanya peradaban yang lebih baik di desa kita ini menjadi doa. Kemudian berusaha semaksimal mungkin mewujudkanya?” Tanya Badrun.

“Tepat sekali.” Jawab Somad santai.

“Caranya?”

“Apa kau tahu di sebrang laut sana ada sebuah tempat dimana kita bisa mempelajari berbagai macam ilmu. Kita pergi saja kesana untuk menuntut ilmu sebanyak mungkin, kemudian setelah kita berhasil kita kembali lagi ke desa ini dan mengajarkan apa yang kita ketahui di desa ini.” Somad mencoba memberi solusi.

“Apa kamu yakin kita mampu?”

“Mungkin kita tak mampu, tapi dengan pertolongan Alloh kita mampu. Percayalah!!!”

“Baiklah, aku percaya.”

Kemudian mereka menyusun rencana, rencana untuk membawa harapan menuju kenyataan.

_‘REVOLUSIONER SEJATI’_ kata itu sangat pantas mereka sandang.

****

Hari yang ditentukan tiba.

 Pagi itu matahari bersembunyi malu di balik bayang-bayang gunung, yang terlihat hanyalah serpihan-serpihan cahaya jingganya. Kawanan burung Bangau terlihat rapat dalam barisan, berduyun-duyun mencari,mengambil jatah rizki yang telah disediakan oleh Tuhan. Sementara di atas luasnya permukaan Samudra terlihat dua bocah tangguh mendayung perahu.

Perlahan tetapi pasti, ayunan-ayunan lengannya seakan memberi makna sebuah perjuangan yang tak mudah. Mendayung.., terus mendayung, hingga saat matahari mulai naik, terlihat butiran butiran keringat di pelipis dan di permukaan kulit tangan kekar mereka. Tapi harapan membuat mereka menjadi kuat, tangguh dan pantang menyerah.

Tak terasa senja telah tiba, sementara tempat yang hendak mereka tuju masih separo perjalanan lagi. Akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah pulau tak berpenghuni yang terletak di tengah-tengah antara tempat mereka berasal dan tempat yang mereka tuju. Mereka turun dari perahu, mengangkat sebagian bekal makanan yang mereka bawa ke daratan pulau itu. Beristirahat menghilangkan rasa lelah dan menyantap bekal makanan yang mereka bawa. Hingga akhirnya mereka ketiduran. Dan saat mereka terbangun, mereka terkejut, cemas karena perahu mereka tak ada di tempatnya. Mereka terdampar.

Seminggu telah berlalu, bekal makanan yang ada tak lagi tersisa. Sementara di tempat mereka terdampar tak ada buah-buahan, tak ada binatang buruan dan tak ada bahan makanan lainya. Mereka hanya mengisi perut mereka dengan air. Tiga hari kemudian Somad tak lagi mampu menahan rasa lapar, hingga ia berkata kepada sahabatnya:

“Hai Badrun sahabatku, sesungguhnya aku takut jikalau rasa lapar ini membuat buta mata hatiku sehingga aku tega membunuh dan menyantap dagingmu. Atau kita mungkin akan bertarung memperebutkan makanan jika suatu saat nanti kita menemukannya. Bagaimana jika mulai saat ini kita berpisah? Silahkan kau pilih!!! Bagian barat pulau ini yang lebih dekat dengan tempat yang kita tuju atau bagian timur pulau ini yang lebih dekat dengan tempat kita berasal!!”

“Jika itu maumu baiklah, aku pilih bagian timur pulau ini.” Pilih Badrun.

Merekapun berpisah.

Saat melangkahkan kaki yang pertama Badrun berdoa semoga jalan yang dipilihnya adalah jalan yang benar. Kemudian ia terus melangkah, ke timur.., terus ke timur. Hingga saat malam tiba ia merasa sangat kedinginan, dan ia berdoa, karena ia yakin dengan doa hal yang tak mungkin bisa terjadi, sesuatu yang sulit bisa menjadi mudah dan yang tak ada bisa menjadi ada. Ia sangat percaya dengan kekuatan doa, hingga ia tak pernah berputus asa dalam berdoa seperti Zakariya yang tak pernah berputus asa, berdoa agar dirinya diberikan keturunan yang baik yang dapat meneruskan perjuanganya. Saat itu Badrun berdoa:

“Ya Alloh, sungguh kulitku tak lagi mampu menahan rasa dingin. Tunjukanlah aku tempat yang dapat membuatku terlindung dari rasa dingin ini!”

Tak jauh dari tempat ia berdoa, ia menemukan sebuah pohon besar. Di bawah pohon besar itulah ia berlindung dan beristirahat dengan membangun bifak(gubug kecil yang terbuat dari dedaunan). Dan saat pagi tiba ia kembali meneruskan perjalanan. Baru beberapa meter ia melangkahkan kakinya tiba-tiba perutnya terasa melilit tak tertahankan, hingga ia kembali berdoa:

“Ya Alloh, limpahkanlah rizki-Mu padaku! Tunjukkanlah aku pada tempat yang dipenuhi dengan makanan!”

Kembali ia melangkahkan kakinya, ke timur.., terus ke timur. Dan tiba-tiba ia menemukan sebuah tempat yang dipenuhi dengan buah-buahan, binatang buruan dan jenis makanan lainnya. Tiga hari ia menetap di tempat tersebut, kemudian ia kembali meneruskan perjalanan dengan membawa bekal makanan sebanyak mungkin. Kali ini ia mengawali langkahnya dengan berdoa:

“Ya Alloh, Tunjukanlah aku jalan kembali! Biarkanlah aku hidup seperti manusia lainya, bertempat tinggal dan bermasyarakat!”

Ke timur.., dan terus ke timur.

Semak belukar, tanah berbatu, tanjakan dan turunan telah ia lewati. Akhirnya ia sampai di tepi pulau itu. “Subhanalloh” Ternyata perahu mereka yang hilang ada tepat di depannya. Ia sangat gembira. Segera ia menaikinya dan mendayungnya ke arah timur terapung di atas luasnya samudra. Tetapi, tiba-tiba saja ia menghentikan perahunya saat ia mendengar suara dari langit.

“Hai Badrun, kenapa kau tinggalkan Somad, bukankah ia sahabatmu?” Suara dari langit.

“Kenapa aku harus membawanya bersamaku, bukankah apa yang aku dapatkan semenjak aku berpisah dengannya adalah dari dikabulkannya doa-doaku?” Kata Badrun.

“Engkau salah, apa yang kau dapat selama ini adalah dari dikabulkannya doa Somad, sahabatmu. Apa kau tahu, bahwa saat pertama kali melangkahkan kaki saat berpisah denganmu ia berdoa: “Ya Alloh, lindungilah Badrun sahabatku! Dan tunjukkanlah ia jalan yang benar!” Dan saat ia kedinginan di malam hari ia berdoa: “ Ya Alloh, jangan biarkan Badrun sahabatku kedinginan seperti apa yang aku rasakan” Kemudian saat ia kelaparan ia berdoa: “Ya Alloh, tak apa aku kelaparan di sini, tapi kumohon pada-Mu, jangan biarkan Badrun sahabatku kelaparan di sana.” Ia terus saja mengingatmu dan terus mendoakanmu, tapi mengapa engkau meninggalkannya?” Suara dari langit.

“Astaghfirulloh.., Astaghfirulloh.., Astaghfirullohal'adzim…” Tubuh Badrun bergetar, ia menangis, persaan bersalah membebani punggungnya, hingga seluruh tubuhnya bergetar tak mampu menahannya.

Kemudian ia kembali ke pulau itu hendak menjemput sahabatnya. Tapi terlambat, sahabatnya kini tak lebih dari sekedar tubuh yang tak bernyawa, tergeletak membatu di atas tanah. Kembali ia menangis.., menyesal.., ia berteriak histeris. Tapi percuma sekeras apapun ia berteriak,nyawa sahabatnya tak akan mendengar, dan tak akan kembali. Tak ada pilihan lain kecuali menguburkan mayat sahabatnya dan kembali meneruskan perjalanan mewujudkan harapan-harapan mereka berdua.



“SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG MU’MIN ITU BERSAUDARA,……” (QS 49:10)

”TIDAKLAH BERIMAN SEORANG DI ANTARA KAMU SEKALIAN SEBELUM IA MENCINTAI SAUDARANYA SEBAGAIMANA IA MENCINTAI DIRINYA SENDIRI.” (HR. IMAM BUKHARI)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Dari Pada Bengong - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -